Minggu, 27 Januari 2008

MENELISIK KEMACETAN BANDUNG

Bandung macet, mungkin sekarang bukan suatu fenomena yang aneh. Hampir semua jalan di setiap sudut Kota Bandung mengalami kemacetan setiap hari. Coba amatilah jalan-jalan utama Kota Bandung setiap pagi dan sore hari. Tampak barisan mobil memanjang. Terdapat juga sepeda motor dan becak terselip di antara antrean mobil tersebut.
Kini, kemacetan lalu lintas kian terasa saat akhir pekan atau hari libur ketika banyak warga Jakarta dan kota-kota lainnya berlibur ke Bandung. Pendek kata, kemacetan lalu lintas di Kota Bandung sudah membuat warganya tidak nyaman. Waktu terbuang percuma di jalanan, ongkos transportasi jadi mahal dan bahan bakar makin boros.
Apabila ditelisik, ada beberapa faktor utama yang menyebabkan kemacetan Bandung ini. Pertama, karena tidak seimbangnya peningkatan jumlah kendaraan dengan peningkatan ruas jalan. Peningkatan jumlah kendaraan berkisar antara 11% s/d 15% pertahun; sementara peningkatan jaringan jalan hanyalah sekitar 1.4% saja.
Kedua, aspek tata ruang. Ada orang yang mengatakan bahwa kemacetan yang terjadi di Bandung ini, sebenarnya dibuat sendiri oleh pemerintah. Karena orientasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang menggebu, pembangunan pertokoan, pasar swalayan, perkantoran, terus dipacu. Tapi dari sisi perencanaan tata ruang ( tata ruang sebagai salah satu variabel dari penyebab kemacetan) aktifitas yang diperkirakan dapat menyedot kendaraan sebanyak-banyaknya itu tidak harus tumplek, di satu lingkungan tertentu.
Ketiga, kebijakan rute angkutan umum. Boleh jadi Pemda ingin memberikan pelayanan angkutan umum yang sebaik-baiknya kepada masyarakat. Oleh karena itu, kebijakan pembuatan trayek dari satu titik pemberangkatan ke titik tujuan dan sebaliknya dilandasi oleh keinginan untuk memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya tersebut. Atau dengan penambahan armada angkot hanya didasari untuk menambah pemasukan.
Pada dasarnya terdapat empat pendekatan utama untuk mengatasi masalah kemacetan lalu lintas. Pendekatan pertama adalah pembangunan infrastruktur (infrastructure provision) baru, dengan membangun jalan baru bisa berupa jalan tol atau jalan layang, pelebaran jalan, membangun jembatan dan sebagainya.
Pendekatan kedua adalah mengatur permintaan pergerakan (demand management). Ide dasar ini adalah mengatur permintaan pergerakan orang atau barang pada waktu dan tempat yang bersamaan berdasarkan tinjauan dari pola pemanfaatan ruang dan sistem jaringan.
Pendekatan ketiga adalah mengatur angkutan umum publik (public transport management), yang bertujuan untuk meningkatkan daya angkut jumlah penumpang melalui kendaraan umum, sehingga penggunaan kendaraan pribadi menurun.
Pendekatan terakhir adalah mengatur lalu lintas (traffic management). Pendekatan ini cukup sering dijalankan di Kota Bandung. Tujuannya untuk memperlancar arus pergerakan lalu lintas untuk menghindari terjadinya kemacetan.
Kebijakan pemerintah dalam hal tata ruang ataupun urusan trayek yang ujung-ujungnya mempengaruhi tingkat kemacetan ini, ada baiknya memerhatikan pula aspek psikologis. Jangan hanya karena bertujuan untuk meningkatkan pendapatan, kemudian aspek yang lainnya- - termasuk aspek kemacetan - - menjadi terlupakan. Bila kemacetan ini terjadi terus-menerus, bukan tidak mungkin akan preseden yang buruk bagi warga Bandung sendiri. Kalau sudah begitu, tersentil saja oleh hal-hal yag kecil bisa-bisa menjadi pemicu kerusuhan yang besar. Bukankah pengalaman selama ini menujukan, bahwa bila penduduk lokal sudah marah, kontrolnya akan hilang?. Kalaulah itu yang terjadi, selain semuanya rugi, dan yang juga tidak kalah pentingnya - - apa yang tadinya - - dianggap sebagai modal untuk meningkatkan pemasukan daerah, justeru jadi tekor. Wallahu a’lam bis-shawab


Rijaludin dari beberapa sumber

Tidak ada komentar: